Hai,
aku Lea. Lea Roux. Aku robot, nama proyekku G-1028. Robot, sebagaimana yang
diketahui semua orang, tidak memiliki emosi. Itu benar. Tapi... aku harap aku
memiliki emosi itu. Kenapa? Karena baru saja aku dibuat tertawa oleh
teman-teman manusiaku. Aku tertawa terus sampai mengeluarkan semacam cairan
dari mataku.
“Lea
menangis!” seru teman-temanku.
Apa itu menangis? pikirku heran. Aku
menyeka air yang keluar dari mataku itu dan memerhatikannya dengan teliti. Ini air. Tapi air apa? Aku mencoba mengusap
air itu dengan tanganku yang satunya. Ini... bukan air biasa. Ini oli, bahan
bakar robot. Dengan segera aku menghentikan tawaku, menyeka seluruh oli yang
keluar dari mataku, memasang wajah datar, lalu segera keluar dari ruangan.
“G-1028?
Ada apa?”
DEG!
Siapa yang memanggilku dengan nama
proyekku? Aku pun menoleh. “Oh, Claire.” Aku menghembuskan nafas lega.
“Tidak, tidak apa-apa. Semua baik-baik saja. Hanya... ini.”
Claire
mengangkat sebelah alisnya lalu menyeka cairan yang keluar dari mataku. “Ini oli,”
katanya. “Apa yang kau lakukan tadi? Kenapa bisa jadi begini? Lea, oh, kita
harus pergi ke dokter robot! Aku kenal satu orang. Ayo! Apa yang kau tunggu?”
“Harus
sekarang?” tanyaku setengah kesal. “Badanku mendadak lemas gara-gara kejadian
barusan.”
“Masa
depan para robot akan terancam gara-gara robot seperti kau,” ujar Claire kesal.
“Ayo, G-1028! Kita pergi sekarang sebelum terlambat!”
“Kau
bicara begitu seolah-olah aku sudah mendekati ambang kehancuran saja...,”
ucapku sambil berjalan. “Dan berhenti menyebut nama proyekku, S-8077. Bagaimana
kalau identitas kita ketahuan? Manusia sudah mencurigai kita, tahu?”
“Iya,
iya, tak akan kuulangi lagi,” balas Claire. “Oh, itu rumah Profesor Girard. Dia
akan menyelesaikan masalahmu. Kuharap tidak ada masalah besar.”
“Aku
juga berharap begitu,” ujarku. “Kau sering ke sini?”
“Satu
kali setiap minggu,” jawabnya. “Lepas sepatumu di sini. Profesor Girard sangat
benci kalau ada sepatu masuk ke dalam ruangannya.”
“Dia
manusia?”
“Ya,”
jawab Claire. “Dia keturunan langsung dari Robert Girard. Kau harusnya tahu
nama ini.”
“Pencipta
robot.”
“Tepat
sekali.” Claire mengangguk. “Kalau tidak salah, Profesor Girard ini keturunan
keenam atau tujuh dari si pencipta robot.”
“Oh,
begitu.” Aku manggut-manggut. “Memangnya saat dibunuh, Robert Girard sudah
menikah?”
“Sudah,
tapi ketika dia dibunuh, istrinya sedang mengantar anak-anaknya sekolah, kalau
aku tidak salah ingat. Lalu ketika istrinya kembali, para robot itu sudah
memakai chip ECC. Jadi istrinya tidak
dibunuh dan dia bisa mengorek informasi dari robot-robot itu karena chip ECC membuat mereka jujur.”
“Silakan
masuk,” ucap seorang suster jaga di dekat situ.
“Terima
kasih,” balas Claire sambil membungkuk. Aku mengikutinya lalu kami masuk ke
dalam sebuah ruangan kecil. Di dalamnya terdapat dua kursi kosong, satu meja
kerja, satu kursi yang terisi seorang pria, dan sebuah ranjang periksa.
“Ah,
Claire Richard, S-8077?” tanya Profesor Girard.
“Tepat
sekali, Dokter. Kali ini aku membawa seorang teman,” jawab Claire sambil menunjuk
diriku. “Dia juga robot, bisa menebak namanya?”
“Aku
tidak tahu nama manusianya, aku hanya tahu nama proyeknya. Kau... G-1028,
bukan?” tebak Profesor Girard.
Aku
membelalak. “Bagaimana Anda bisa tahu, Dok?”
“Dari
postur tubuh, tatapan mata, lekukan wajah, kau bisa tahu tipe robot. Ada 26
tipe robot di dunia dan kau termasuk tipe G. Dan dilihat dari bentuk lenganmu,
kau pasti robot tunggal—tidak punya saudara. Dan pada hari kau diproduksi, kau robot
tipe G yang berada di urutan 28. Apa aku benar?”
“Tepat
sekali, Dok,” ucapku sambil tersenyum sopan. “Tapi jujur, aku baru tahu itu
adalah cara mengetahui nama proyek suatu robot.”
“Aku
juga baru tahu,” ujar Claire. “Bagaimana cara mengetahui urutan diproduksi pada
hari produksi, Dok?”
“Tanpa
kalian sadari, di tulang kering kalian tergores nomor urutan itu. Manusia tidak
ada yang memiliki nomor urutan itu sehingga membedakan manusia dan robot bagiku
mudah sekali.”
“Garis-garis
ini?” Aku menyibak sedikit rokku. “Oh, aku kira ini kesalahan ketika aku diproduksi.
Jadi angka Romawi ini nomor urut? Coba kita lihat, XX, sudah pasti 20. VIII?
Delapan, ya? Astaga. Aku baru sadar....”
“Aku?”
Claire menunduk menatap tulang keringnya. “LXX. 70. VII. Tujuh. Astaga....”
“Tapi
darimana angka nol itu kau dapatkan, Dok?” tanyaku masih penasaran.
“Mudah
saja, dalam satu hari, minimal robot yang wajib dihasilkan adalah 100 buah dan
jumlah maksimalnya adalah 999. Jadi tidak mungkin kalau nomormu hanya 28,
tinggal menambahkan nol di awal. Mudah, kan?”
“Tapi
bagaimana jika ada robot yang memiliki 11 saudara, Dok?” tanya Claire.
“Tidak
ada. Itu sudah kodrat robot. Kakek buyutku memasukkan semacam chip sehingga tidak mungkin robot
memiliki anak lebih dari sembilan buah.”
“Aku
tidak mengerti,” ucapku. “Bukankah robot diciptakan di pabrik? Kenapa robot
bisa punya anak?”
Profesor
Girard tertawa. “Tidak seperti itu,” ucapnya. “Satu bagian dari robot perempuan
dan laki-laki disatukan sehingga membentuk robot lain. Jumlah bagian yang
diambil maksimal sembilan buah per robot. Jika lebih, robot yang bagiannya
diambil akan hancur saat itu juga.”
Aku
mengangkat alis. “Aku heran, Dok. Kalau jumlah bagian yang diambil maksimal
sembilan, berarti kalau diambil satu, robot itu tidak akan hancur, bukan?”
“Tidak
selalu begitu,” katanya. “Kalau robot yang bagiannya diambil memang tidak
stabil, dia bisa saja hancur. Orang tuamu, misalnya. Mereka memang dalam
keadaan tidak stabil sehingga hancur beberapa hari setelah kau diproduksi.”
Aku
mengangguk. Begitu pula Claire.
“Oh
ya, ada perlu apa datang ke sini?” tanya Profesor Girard.
“Lea
mengeluarkan oli, Dok,” jawab Claire cepat.
“Benarkah?”
tanya Profesor Girard. “Baik, mari kuperiksa.”
Aku
mengangguk lalu berjalan menuju ranjang periksa. Aku berbaring di atasnya.
Profesor Girard memeriksa seluruh bagian tubuhku dengan alat-alat aneh yang tidak
kuketahui namanya. Setelah selesai, beliau mempersilakan aku untuk duduk di
kursi tadi kembali.
“Bagaimana,
Dok?” tanya Claire dengan wajah cemas. Lama kelamaan dia jadi seperti ibuku.
Sungguh!
“Sama
sekali bukan sesuatu yang bagus,” ucap Profesor Girard pelan. “Kau kehilangan
0,02 persen cadangan olimu.”
Aku
tidak suka ini. “Lalu aku harus bagaimana, Dok?”
Profesor
terdiam.
*