Minggu, 23 Desember 2012

Lorra (part 2)


“Flavy!”

Aku menoleh. “Hai, Veeri. Ada masalah?”

“Tidak.” Veeri menggeleng. “Hanya mau bertanya. Kau jadi ikut ke Bumi minggu depan?”

“Tentu saja,” ujarku sambil membereskan file-file yang berserakan di meja. “Kalau tidak, siapa yang akan mewakiliku? Kau tahu, ahli hewan sangat sedikit di sini.”

“Oh, iya.” Veeri tertawa kecil. “Aku lupa soal itu. Omong-omong, kau tidak akan mengajak sahabat terbaikmu ini?”

Aku tertawa. “Kenapa kau tidak ajukan diri ke Tiaco? Aku yakin dia bisa mempertimbangkannya. Dia bukannya orang yang berpikiran sempit, kan?”

“Yang benar saja,” desah Veeri. “Kau tahu ayah tidak akan mengizinkanku pergi ke sana.”

“Maka dari itu, jangan memaksa,” balasku. “Kau tahu kalau Tiaco tidak akan mengizinkanmu. Walau aku yang mengajukanmu, dia tak akan memberi izin. Sudah, kau diam saja di rumah dan tunggu kabar berikutnya.”

Veeri merengut sebal. “Andai aku jadi ahli hewan sepertimu....”

“Kenapa harus? Kau pikir mudah?” balasku.

“Tentu saja tidak.” Veeri mengangkat bahu. “Setidaknya aku bisa ikut ke Bumi. Kau tidak tahu, ya, seberapa penatnya aku tinggal di Lorra?”

Aku tertawa. “Siapa suruh kau tidak belajar ilmu kebumian?”

“Ibu.” Veeri memutar bola matanya. “Aku dilarang belajar ilmu kebumian supaya tidak pergi-pergi. Kau tahu sifat ibuku yang sangat sangat sangaaaat protektif.”

“Ya sudahlah.” Aku menutup tasku. “Aku harus pergi ke pusat kota siang ini. Kau mau ikut? Mungkin saja kau akan bertemu Tiaco di sana.”

Veeri mendengus sebal. “Untuk apa aku menemui ayahku yang kutemui tiap malam?” balasnya kesal. “Bukan bermaksud menyinggungmu, ya. Tapi sepertinya aku tidak akan ikut ke sana. Tidak apa-apa, kan?”

“Tidak apa-apa.” Aku mengangguk. “Lagipula, memang dikhususkan untuk tim penelitian ke Bumi minggu depan.”

“Bilang, dong, dari tadi,” ujar Veeri lalu tertawa. “Tahu begitu, aku mau ikut ke sana. Sore ini?”

“Sekarang,” jawabku. “Aku sudah bersiap-siap. Kita pergi sekarang?”

“Ayo.” Veeri mengangguk. “Jalan kaki?”

“Aku sudah hubungi perusahaan Aoron,” kataku. “Dia akan ke sini dalam beberapa menit. Aku sedang tidak mood jalan kaki.”

“Kau mengenalku dengan baik,” ucap Veeri lalu tertawa pelan.

*

Sesampainya di pusat kota, rupanya tempat itu sudah ramai. Aku hanya bisa berharap meeting akhir untuk penelitian ke Bumi belum dimulai. Jika sudah, aku pasti melewatkan informasi-informasi penting seputar Bumi. Lagipula, aku masih baru. Sangat memalukan jika aku terlambat. Bisa-bisa aku dipecat dari perkumpulan ilmuwan ini.

“Veeri, aku masuk duluan,” kataku. “Kalau kau mau, kau bisa menungguku di sana, ya? Atau, terserah kau mau menunggu di mana. Hubungi saja aku nanti.”

Veeri mengangguk. Aku mengacungkan jempol lalu cepat-cepat masuk ke ruang A8. Aku mengintip dari balik jendela. Oh, benar. Mereka sudah mulai. Bagaimana ini? Oke, mungkin aku akan bersikap tetap tenang dan masuk diam-diam selagi Tiaco tidak memerhatikan. Tapi dia sangat teliti dan seorang pengingat yang baik. Dia akan sadar bahwa aku baru datang. Aku mendesah berat lalu duduk di kursi dekat ruangan tersebut. Tiba-tiba pintu A8 dibuka dan semua orang keluar sambil mengobrol kecil dan tertawa-tawa.

“Flavy? Apa yang kaulakukan di sini?”

“A-ayah?”

bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar