“Flavy!”
Aku menoleh.
“Hai, Veeri. Ada masalah?”
“Tidak.”
Veeri menggeleng. “Hanya mau
bertanya. Kau jadi ikut ke Bumi minggu depan?”
“Tentu saja,” ujarku sambil
membereskan file-file yang berserakan
di meja. “Kalau tidak, siapa yang akan mewakiliku? Kau tahu, ahli hewan sangat
sedikit di sini.”
“Oh, iya.” Veeri tertawa kecil. “Aku
lupa soal itu. Omong-omong, kau tidak akan mengajak sahabat terbaikmu ini?”
Aku tertawa. “Kenapa kau tidak
ajukan diri ke Tiaco? Aku yakin dia bisa mempertimbangkannya. Dia
bukannya orang yang berpikiran sempit, kan?”
“Yang benar
saja,” desah Veeri. “Kau tahu ayah tidak akan mengizinkanku pergi ke sana.”
“Maka dari
itu, jangan memaksa,” balasku. “Kau tahu kalau Tiaco tidak akan mengizinkanmu.
Walau aku yang mengajukanmu, dia tak akan memberi izin. Sudah, kau diam saja di
rumah dan tunggu kabar berikutnya.”
Veeri
merengut sebal. “Andai aku jadi ahli hewan sepertimu....”
“Kenapa
harus? Kau pikir mudah?” balasku.
“Tentu saja
tidak.” Veeri mengangkat bahu. “Setidaknya aku bisa ikut ke Bumi. Kau tidak
tahu, ya, seberapa penatnya aku tinggal di Lorra?”
Aku tertawa.
“Siapa suruh kau tidak belajar ilmu kebumian?”
“Ibu.” Veeri
memutar bola matanya. “Aku dilarang belajar ilmu kebumian supaya tidak
pergi-pergi. Kau tahu sifat ibuku yang sangat sangat sangaaaat protektif.”
“Ya
sudahlah.” Aku menutup tasku. “Aku harus pergi ke pusat kota siang ini. Kau mau
ikut? Mungkin saja kau akan bertemu Tiaco di sana.”
Veeri
mendengus sebal. “Untuk apa aku menemui ayahku yang kutemui tiap malam?”
balasnya kesal. “Bukan bermaksud menyinggungmu, ya. Tapi sepertinya aku tidak
akan ikut ke sana. Tidak apa-apa, kan?”
“Tidak
apa-apa.” Aku mengangguk. “Lagipula, memang dikhususkan untuk tim penelitian ke
Bumi minggu depan.”
“Bilang,
dong, dari tadi,” ujar Veeri lalu tertawa. “Tahu begitu, aku mau ikut ke sana.
Sore ini?”
“Sekarang,”
jawabku. “Aku sudah bersiap-siap. Kita pergi sekarang?”
“Ayo.” Veeri
mengangguk. “Jalan kaki?”
“Aku sudah
hubungi perusahaan Aoron,” kataku. “Dia akan ke sini dalam beberapa menit. Aku
sedang tidak mood jalan kaki.”
“Kau
mengenalku dengan baik,” ucap Veeri lalu tertawa pelan.
*
Sesampainya
di pusat kota, rupanya tempat itu sudah ramai. Aku hanya bisa berharap meeting akhir untuk penelitian ke Bumi
belum dimulai. Jika sudah, aku pasti melewatkan informasi-informasi penting
seputar Bumi. Lagipula, aku masih baru. Sangat memalukan jika aku terlambat.
Bisa-bisa aku dipecat dari perkumpulan ilmuwan ini.
“Veeri, aku
masuk duluan,” kataku. “Kalau kau mau, kau bisa menungguku di sana, ya? Atau,
terserah kau mau menunggu di mana. Hubungi saja aku nanti.”
Veeri
mengangguk. Aku mengacungkan jempol lalu cepat-cepat masuk ke ruang A8. Aku
mengintip dari balik jendela. Oh, benar. Mereka sudah mulai. Bagaimana ini?
Oke, mungkin aku akan bersikap tetap tenang dan masuk diam-diam selagi Tiaco
tidak memerhatikan. Tapi dia sangat teliti dan seorang pengingat yang baik. Dia
akan sadar bahwa aku baru datang. Aku mendesah berat lalu duduk di kursi dekat
ruangan tersebut. Tiba-tiba pintu A8 dibuka dan semua orang keluar sambil
mengobrol kecil dan tertawa-tawa.
“Flavy? Apa
yang kaulakukan di sini?”
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar