Minggu, 03 Maret 2013

The Diary (part 4)


                Ah, desahku. Untuk kali ini saja, aku harap aku bukan Danny...

*

From: Giena
15/8/2010 14:38

Aku sudah selesai mengisinya, hanya dua paragraf. Kau mau mengisinya seberapa panjang?

                Aku membelalak membaca pesan itu. HANYA dua paragraf?? Astaga, untuk seorang juara kelas sepertinya dua paragraf memang cocok disebut sebagai hanya. Tapi untukku? Satu paragraf saja sudah kusebut banyak. Astaga...

To: Giena

Astaga kau serius? Aku bahkan belum tentu mengisinya satu paragraf

                Setelah menekan tombol send, aku duduk dan berpikir. Begini, mari kita luruskan. Aku, dipasangkan dengan Giena, si kutu buku dan juara kelas. Aku? Pemain basket dan futsal terbaik di sekolah juga ahli gitar dan menyanyi. Kelihatannya cocok, tidak?
                Tidak.
                Ada lagi, tema buku harian itu “orang yang disuka”. Begini saja, aku hampir lulus dari SMP. Sejak dulu, aku hanya sekedar mengagumi seseorang, bahkan tidak sampai memuja-mujanya dan memintanya menjadi pacarku. Hahaha, begini, aku belum pernah menyukai seseorang secara serius. Tentu saja mustahil belum pernah menyukai orang, yang benar adalah aku belum pernah menyukai seseorang secara serius.
                Sampai sekarang.
                Sampai detik ini.
                Bagaimana dengan detik ini?
                Tidak juga.
                Intinya, aku... entahlah, aku tidak begitu mengerti. Aku tahu aku sudah siap menyukai seseorang dengan serius, tapi aku belum bisa. Tidak ada yang membuatku tertarik. Apa standarku yang terlalu tinggi? Kurasa tidak.
                Anton, El, dan Tirta selalu mengabariku jika ada perempuan yang tertarik padaku. Aku hanya menanggapinya dengan tawa atau ejekan. Aku tidak pernah menganggap itu serius walau aku tahu mereka tidak bohong. Dan perempuan-perempuan itu punya popularitas yang cukup tinggi, misalkan saja, Emily si kapten cheers. Tinggi, cantik, dan populer. Siapa yang menolak? Hanya orang bodoh yang akan menolaknya. Dan orang bodoh itu adalah aku. Tapi aku tidak peduli. Aku memang tidak menyukainya dan tidak akan menyukainya walau dia memohon-mohon padaku. Jahat? Ya, aku memang jahat.
                Lalu yang berikutnya, Farida, anak kepala sekolah. Semua murid mengenal dan menghormati Farida. Suatu kehormatan besar bagi mereka bisa berteman dengan Farida atau setidaknya bisa disapa olehnya. Dan waktu itu tiba-tiba Anton bilang dia suka padaku. Aku hanya mengangguk singkat dan kembali menyimak lagu yang sedang kudengar. Aku tahu Farida pintar, cantik, ramah, dan tidak sombong, tapi aku tidak suka padanya. Secantik dan seramah apa pun dia, aku tidak suka. Aku tidak pernah suka seseorang karena kelebihannya, tapi aku pernah kagum karena kelebihannya. Dan kalau boleh jujur, aku kagum pada Farida karena dia bisa ramah pada siapa pun.
                Berikutnya? Liza, anak sekelasku yang jelas-jelas menunjukkan rasa sukanya secara frontal. Ia selalu memberiku sandwich setiap waktu istirahat. Aku tidak protes karena dengan sandwich itu aku bisa menghemat uang jajanku. Dia juga selalu membantuku mengerjakan tugas walau aku tahu dia juga tidak bisa. Dia selalu mendukungku ketika pertandingan. Hanya aku, tidak yang lain. Oh, satu lagi, El pernah bilang bahwa Liza menempeli stiker di setiap buku pelajarannya. Tulisannya: Danny. Aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Mungkin dia hanya mengagumiku. Lagipula, aku tidak suka padanya. Dia terlalu... agresif dan berlebihan. Yah...
                Selanjutnya? Aku bisa memberimu puluhan nama tapi aku malas menjabarkannya. Baik, kembali ke cerita.
                Handphone-ku kembali berbunyi.

From: Giena
15/8/2010 15:07

Terserah saja, besok akan kuberikan

                Aku mengangkat bahu lalu menaruh handphone-ku di atas meja. Aku membaringkan tubuhku di kasur. Mencoba istirahat. Aku merasa lelah sekali hari ini.
                Oh, tunggu, satu penjelasan lagi.
                Gadis ini, Giena, aku sudah mengenalnya sejak... entah sejak kapan aku mengenalnya, aku sendiri tidak ingat. Tapi kami benar-benar memiliki kepribadian yang berbeda. Aku menyukai hal-hal yang berhubungan dengan fisik dan perasaan. Olahraga dan musik. Keduanya kukuasai dengan baik. Aku juga populer di sekolah karena kedua hal itu. Tapi lain halnya dengan Giena.
                Giena ini sudah pintar sejak masih SD. Dia peraih NEM SD tertinggi di angkatan kami. Dia juga selalu menyabot gelar juara kelas tiap semester. Bahkan juara umum! Dia juga populer di sekolah. Kenapa? Karena sejak kelas tujuh dia selalu menyumbang piala juara satu untuk berbagai macam bidang pelajaran, kecuali olahraga. Total kurang lebih ada lima puluh piala yang ia sumbangkan. Bahkan ia pernah mengikuti olimpiade sains se-Indonesia dan keluar sebagai juara kedua. Jelas-jelas dia pintar, oh, bukan pintar, jenius. Ya, itu kata yang tepat untuknya.
                Oke, saatnya berhenti meratapi apa yang sudah terjadi. Aku akan berusaha. Berusaha untuk tidak mengeluh karena menjadi teman kelompok orang paling pintar sesekolah.
                Huft.

*

2 komentar: