Minggu, 10 Februari 2013

G-1028 (part 1)


                 Hai, aku Lea. Lea Roux. Aku robot, nama proyekku G-1028. Robot, sebagaimana yang diketahui semua orang, tidak memiliki emosi. Itu benar. Tapi... aku harap aku memiliki emosi itu. Kenapa? Karena baru saja aku dibuat tertawa oleh teman-teman manusiaku. Aku tertawa terus sampai mengeluarkan semacam cairan dari mataku.
                “Lea menangis!” seru teman-temanku.
                Apa itu menangis? pikirku heran. Aku menyeka air yang keluar dari mataku itu dan memerhatikannya dengan teliti. Ini air. Tapi air apa? Aku mencoba mengusap air itu dengan tanganku yang satunya. Ini... bukan air biasa. Ini oli, bahan bakar robot. Dengan segera aku menghentikan tawaku, menyeka seluruh oli yang keluar dari mataku, memasang wajah datar, lalu segera keluar dari ruangan.
                “G-1028? Ada apa?”
                DEG! Siapa yang memanggilku dengan nama proyekku? Aku pun menoleh. “Oh, Claire.” Aku menghembuskan nafas lega. “Tidak, tidak apa-apa. Semua baik-baik saja. Hanya... ini.”
                Claire mengangkat sebelah alisnya lalu menyeka cairan yang keluar dari mataku. “Ini oli,” katanya. “Apa yang kau lakukan tadi? Kenapa bisa jadi begini? Lea, oh, kita harus pergi ke dokter robot! Aku kenal satu orang. Ayo! Apa yang kau tunggu?”
                “Harus sekarang?” tanyaku setengah kesal. “Badanku mendadak lemas gara-gara kejadian barusan.”
                “Masa depan para robot akan terancam gara-gara robot seperti kau,” ujar Claire kesal. “Ayo, G-1028! Kita pergi sekarang sebelum terlambat!”
                “Kau bicara begitu seolah-olah aku sudah mendekati ambang kehancuran saja...,” ucapku sambil berjalan. “Dan berhenti menyebut nama proyekku, S-8077. Bagaimana kalau identitas kita ketahuan? Manusia sudah mencurigai kita, tahu?”
                “Iya, iya, tak akan kuulangi lagi,” balas Claire. “Oh, itu rumah Profesor Girard. Dia akan menyelesaikan masalahmu. Kuharap tidak ada masalah besar.”
                “Aku juga berharap begitu,” ujarku. “Kau sering ke sini?”
                “Satu kali setiap minggu,” jawabnya. “Lepas sepatumu di sini. Profesor Girard sangat benci kalau ada sepatu masuk ke dalam ruangannya.”
                “Dia manusia?”
                “Ya,” jawab Claire. “Dia keturunan langsung dari Robert Girard. Kau harusnya tahu nama ini.”
                “Pencipta robot.”
                “Tepat sekali.” Claire mengangguk. “Kalau tidak salah, Profesor Girard ini keturunan keenam atau tujuh dari si pencipta robot.”
                “Oh, begitu.” Aku manggut-manggut. “Memangnya saat dibunuh, Robert Girard sudah menikah?”
                “Sudah, tapi ketika dia dibunuh, istrinya sedang mengantar anak-anaknya sekolah, kalau aku tidak salah ingat. Lalu ketika istrinya kembali, para robot itu sudah memakai chip ECC. Jadi istrinya tidak dibunuh dan dia bisa mengorek informasi dari robot-robot itu karena chip ECC membuat mereka jujur.”
                “Silakan masuk,” ucap seorang suster jaga di dekat situ.
                “Terima kasih,” balas Claire sambil membungkuk. Aku mengikutinya lalu kami masuk ke dalam sebuah ruangan kecil. Di dalamnya terdapat dua kursi kosong, satu meja kerja, satu kursi yang terisi seorang pria, dan sebuah ranjang periksa.
                “Ah, Claire Richard, S-8077?” tanya Profesor Girard.
                “Tepat sekali, Dokter. Kali ini aku membawa seorang teman,” jawab Claire sambil menunjuk diriku. “Dia juga robot, bisa menebak namanya?”
                “Aku tidak tahu nama manusianya, aku hanya tahu nama proyeknya. Kau... G-1028, bukan?” tebak Profesor Girard.
                Aku membelalak. “Bagaimana Anda bisa tahu, Dok?”
                “Dari postur tubuh, tatapan mata, lekukan wajah, kau bisa tahu tipe robot. Ada 26 tipe robot di dunia dan kau termasuk tipe G. Dan dilihat dari bentuk lenganmu, kau pasti robot tunggal—tidak punya saudara. Dan pada hari kau diproduksi, kau robot tipe G yang berada di urutan 28. Apa aku benar?”
                “Tepat sekali, Dok,” ucapku sambil tersenyum sopan. “Tapi jujur, aku baru tahu itu adalah cara mengetahui nama proyek suatu robot.”
                “Aku juga baru tahu,” ujar Claire. “Bagaimana cara mengetahui urutan diproduksi pada hari produksi, Dok?”
                “Tanpa kalian sadari, di tulang kering kalian tergores nomor urutan itu. Manusia tidak ada yang memiliki nomor urutan itu sehingga membedakan manusia dan robot bagiku mudah sekali.”
                “Garis-garis ini?” Aku menyibak sedikit rokku. “Oh, aku kira ini kesalahan ketika aku diproduksi. Jadi angka Romawi ini nomor urut? Coba kita lihat, XX, sudah pasti 20. VIII? Delapan, ya? Astaga. Aku baru sadar....”
                “Aku?” Claire menunduk menatap tulang keringnya. “LXX. 70. VII. Tujuh. Astaga....”
                “Tapi darimana angka nol itu kau dapatkan, Dok?” tanyaku masih penasaran.
                “Mudah saja, dalam satu hari, minimal robot yang wajib dihasilkan adalah 100 buah dan jumlah maksimalnya adalah 999. Jadi tidak mungkin kalau nomormu hanya 28, tinggal menambahkan nol di awal. Mudah, kan?”
                “Tapi bagaimana jika ada robot yang memiliki 11 saudara, Dok?” tanya Claire.
                “Tidak ada. Itu sudah kodrat robot. Kakek buyutku memasukkan semacam chip sehingga tidak mungkin robot memiliki anak lebih dari sembilan buah.”
                “Aku tidak mengerti,” ucapku. “Bukankah robot diciptakan di pabrik? Kenapa robot bisa punya anak?”
                Profesor Girard tertawa. “Tidak seperti itu,” ucapnya. “Satu bagian dari robot perempuan dan laki-laki disatukan sehingga membentuk robot lain. Jumlah bagian yang diambil maksimal sembilan buah per robot. Jika lebih, robot yang bagiannya diambil akan hancur saat itu juga.”
                Aku mengangkat alis. “Aku heran, Dok. Kalau jumlah bagian yang diambil maksimal sembilan, berarti kalau diambil satu, robot itu tidak akan hancur, bukan?”
                “Tidak selalu begitu,” katanya. “Kalau robot yang bagiannya diambil memang tidak stabil, dia bisa saja hancur. Orang tuamu, misalnya. Mereka memang dalam keadaan tidak stabil sehingga hancur beberapa hari setelah kau diproduksi.”
                Aku mengangguk. Begitu pula Claire.
                “Oh ya, ada perlu apa datang ke sini?” tanya Profesor Girard.
                “Lea mengeluarkan oli, Dok,” jawab Claire cepat.
                “Benarkah?” tanya Profesor Girard. “Baik, mari kuperiksa.”
                Aku mengangguk lalu berjalan menuju ranjang periksa. Aku berbaring di atasnya. Profesor Girard memeriksa seluruh bagian tubuhku dengan alat-alat aneh yang tidak kuketahui namanya. Setelah selesai, beliau mempersilakan aku untuk duduk di kursi tadi kembali.
                “Bagaimana, Dok?” tanya Claire dengan wajah cemas. Lama kelamaan dia jadi seperti ibuku. Sungguh!
                “Sama sekali bukan sesuatu yang bagus,” ucap Profesor Girard pelan. “Kau kehilangan 0,02 persen cadangan olimu.”
                Aku tidak suka ini. “Lalu aku harus bagaimana, Dok?”
                Profesor terdiam.

*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar