Hai, namaku Luna. Luna Greyson. Umurku
saat ini 13 tahun. Aku lahir dan besar di Elvestone, sebuah desa kecil di
pinggiran kota. Walau sekarang aku tinggal di Rickisburg, aku tidak pernah
melupakan kampung halamanku itu. Aku tinggal bersama keluargaku, hanya keluarga
kecil, yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan kedua saudara laki-lakiku.
Aku bukan anak sulung, tapi juga
bukan anak bungsu. Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kakakku, Rudolf Greyson,
berumur 18 tahun dan baru saja memasuki bulan kelimanya di universitas. Rudolf
hobi olahraga. Basket, sepak bola, renang, tenis, bulu tangkis, bersepeda, dan
lari, ia menguasai semuanya. Rudolf juga jago bela diri dan dia selalu
melindungiku dan Arnold ketika kami diganggu seseorang. Rudolf juga hobi
musik—walau hanya bass yang dikuasainya—dan teknologi. Ia suka menghabiskan
waktu berjam-jam jika berhadapan dengan komputer. Maka tidak heran bila dia
memilih masuk jurusan teknologi. Aku justru heran kalau dia tidak memilih
teknologi. Oh, dua hal lagi, Rudolf jago menggambar. Nilai-nilai Rudolf memang
tidak begitu memuaskan Ayah dan Ibu, tapi setidaknya cukup untuk lulus sejauh
ini.
Sementara adikku, Arnold Greyson,
umurnya masih 11 tahun dan dia masih harus menyelesaikan tahun terakhirnya di elementary school. Arnold tidak begitu
hobi olahraga layaknya Rudolf. Arnold hanya suka bersepeda dan lari. Ia memang
tipe anak yang kutu buku—bahkan ia sudah memakai kacamata sejak umur sembilan
tahun—. Di dalam kamarnya ada banyak buku, mengenai apa pun. Arnold suka
membaca apa saja. Mulai dari buku-buku fiksi macam komik dan novel—aku heran
kenapa anak laki-laki yang satu ini suka membaca novel—sampai buku-buku ilmu
pengetahuan macam ensiklopedia dan kamus-kamus tebal. Semua ada di dalam
kamarnya. Buku-buku pelajaran dan latihan soal dari sejak dia baru masuk elementary school sampai sekarang masih
ada. Bahkan dia membeli buku pelajaran dan latihan soal untuk middle school dan menyimpannya untuk
nanti.
Selain gila buku, dia juga gila
film. Dia menyimpan koleksi film di kamarnya. Memang tidak begitu banyak, tapi
cukup untuk membuktikkan bahwa Arnold adalah pemerhati film. Dia punya film
segala genre mulai dari komedi,
anak-anak, horor, dan action. Oh, dia
tidak punya film roman karena dia memang tidak suka.
Untuk ukuran anak umur 11 tahun,
Arnold bisa dibilang jenius. Nilai-nilainya yang sempurna mengisi rapor dan dia
selalu menyabot gelar juara tiap tahun. Ah, Arnold juga senang mendengarkan
musik. Dia memang tidak bisa memainkan alat musik, tapi dia suka mendengarkan
Rudolf bermain bass atau aku bermain gitar sambil bernyanyi. Ah, dia juga suka
mendengar permainan piano Ayah. Tapi dia tidak pernah punya keinginan untuk
belajar musik. Satu lagi, dia hobi bermain catur tiap hari Minggu bersama aku
atau Rudolf.
Mengenai Ayah dan Ibu, tidak ada
yang begitu spesial. Ayahku seorang pengusaha yang lumayan disibukkan dengan
urusan-urusan kantor sedangkan Ibu membuka toko roti di rumah. Jadi beliau bisa
memantau kami setiap hari. Kalau pelanggan toko Ibu sedang banyak, biasanya
aku, Arnold, dan Rudolf ikut membantunya dan Ibu akan memberi kami uang lima
dollar sebagai upah.
Oya, tentangku.
Aku tidak begitu spesial, yah,
tidak seistimewa Rudolf dan Arnold maksudku. Kalau Rudolf menguasai hampir
seluruh cabang olahraga dan Arnold menguasai hampir seluruh mata pelajaran di
sekolah, aku bisa dibilang cukup menguasai dunia seni dan sastra. Aku suka
memotret, bermain gitar, bernyanyi, melukis, menulis puisi, dan membaca. Aku
tahu aku ini pemula dalam soal fotografi, tapi setidaknya aku masih tahu cara
memotret yang benar dan hasil potretku tidak pernah asal.
Kedua kegiatan itu, bermain
gitar dan bernyanyi, biasanya kugabungkan menjadi satu. Jujur saja aku tidak
biasa bernyanyi tanpa gitar. Seakan-akan ada yang kurang atau... salah. Tapi
aku juga tidak begitu menguasai gitar dengan baik. Bernyanyi? Aku hanya asal
bernyanyi karena aku tidak tahu teknik vokal yang benar.
Melukis. Hmm... aku suka melukis
sesuatu yang memberiku inspirasi. Atau kadang aku hanya asal coret dan
tiba-tiba terpikirlah sesuatu untuk digambar. Aku tidak begitu berbakat. Gambar
Rudolf masih lebih bagus daripada gambarku, tapi aku memang tidak berniat
menekuni dunia ini. Bagiku, bisa menggambar saja sudah cukup bagus.
Menulis puisi dan membaca. Mm...
dua hal ini tidak bisa dibilang berhubungan, tapi biasanya aku membuat puisi
setelah membaca sesuatu dan aku terinspirasi. Atau aku membuat puisi ketika
sedang memandangi sesuatu yang bisa dibilang jarang diperhatikan atau
dipedulikan orang. Kalau membaca, aku suka membaca apa pun. Komik, novel, dan
ensiklopedia. Tapi berbeda urusannya ketika aku harus membaca buku pelajaran.
Walau bisa dibilang mirip dengan ensiklopedia, aku tetap tidak suka membaca
buku pelajaran. Ah, kecuali kalau buku pelajaran itu diubah ke dalam bentuk
komik.
Menurutku keluargaku ini unik.
Ada seorang Ayah yang sibuk bekerja tapi tidak lupa untuk menghabiskan waktu
bersama keluarganya. Oh, satu lagi, Ayah jago sekali bermain piano. Beliau bisa
menghabiskan waktu berjam-jam jika sudah bersama dengan piano kesayangannya
yang ditaruh di ruang keluarga. Dan jika Ayah sudah memainkan pianonya, kami
sekeluarga biasanya ikut berkumpul. Aku mengikuti permainan piano Ayah dengan
gitarku sementara Ibu, Rudolf, dan Arnold duduk di sofa sambil mendengarkan
permainan kami. Jika Ayah sudah terlalu lama bermain, biasanya aku tertidur di
atas karpet sambil memeluk gitar, Ibu tidur menyamping di sofa, Arnold tidur di
karpet dalam posisi telentang sedangkan Rudolf tidur dalam posisi duduk di
sofa. Ayah sendiri masih sibuk bermain piano tanpa menyadari bahwa istri dan
anak-anaknya sudah tertidur pulas dalam berbagai pose. Hahaha.
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar