Kamis, 07 Februari 2013

Luna's Diary (part 2)


                Hai, namaku Luna. Luna Greyson. Umurku saat ini 13 tahun. Aku lahir dan besar di Elvestone, sebuah desa kecil di pinggiran kota. Walau sekarang aku tinggal di Rickisburg, aku tidak pernah melupakan kampung halamanku itu. Aku tinggal bersama keluargaku, hanya keluarga kecil, yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan kedua saudara laki-lakiku.
                Aku bukan anak sulung, tapi juga bukan anak bungsu. Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kakakku, Rudolf Greyson, berumur 18 tahun dan baru saja memasuki bulan kelimanya di universitas. Rudolf hobi olahraga. Basket, sepak bola, renang, tenis, bulu tangkis, bersepeda, dan lari, ia menguasai semuanya. Rudolf juga jago bela diri dan dia selalu melindungiku dan Arnold ketika kami diganggu seseorang. Rudolf juga hobi musik—walau hanya bass yang dikuasainya—dan teknologi. Ia suka menghabiskan waktu berjam-jam jika berhadapan dengan komputer. Maka tidak heran bila dia memilih masuk jurusan teknologi. Aku justru heran kalau dia tidak memilih teknologi. Oh, dua hal lagi, Rudolf jago menggambar. Nilai-nilai Rudolf memang tidak begitu memuaskan Ayah dan Ibu, tapi setidaknya cukup untuk lulus sejauh ini.
                Sementara adikku, Arnold Greyson, umurnya masih 11 tahun dan dia masih harus menyelesaikan tahun terakhirnya di elementary school. Arnold tidak begitu hobi olahraga layaknya Rudolf. Arnold hanya suka bersepeda dan lari. Ia memang tipe anak yang kutu buku—bahkan ia sudah memakai kacamata sejak umur sembilan tahun—. Di dalam kamarnya ada banyak buku, mengenai apa pun. Arnold suka membaca apa saja. Mulai dari buku-buku fiksi macam komik dan novel—aku heran kenapa anak laki-laki yang satu ini suka membaca novel—sampai buku-buku ilmu pengetahuan macam ensiklopedia dan kamus-kamus tebal. Semua ada di dalam kamarnya. Buku-buku pelajaran dan latihan soal dari sejak dia baru masuk elementary school sampai sekarang masih ada. Bahkan dia membeli buku pelajaran dan latihan soal untuk middle school dan menyimpannya untuk nanti.
                Selain gila buku, dia juga gila film. Dia menyimpan koleksi film di kamarnya. Memang tidak begitu banyak, tapi cukup untuk membuktikkan bahwa Arnold adalah pemerhati film. Dia punya film segala genre mulai dari komedi, anak-anak, horor, dan action. Oh, dia tidak punya film roman karena dia memang tidak suka.
                Untuk ukuran anak umur 11 tahun, Arnold bisa dibilang jenius. Nilai-nilainya yang sempurna mengisi rapor dan dia selalu menyabot gelar juara tiap tahun. Ah, Arnold juga senang mendengarkan musik. Dia memang tidak bisa memainkan alat musik, tapi dia suka mendengarkan Rudolf bermain bass atau aku bermain gitar sambil bernyanyi. Ah, dia juga suka mendengar permainan piano Ayah. Tapi dia tidak pernah punya keinginan untuk belajar musik. Satu lagi, dia hobi bermain catur tiap hari Minggu bersama aku atau Rudolf.
                Mengenai Ayah dan Ibu, tidak ada yang begitu spesial. Ayahku seorang pengusaha yang lumayan disibukkan dengan urusan-urusan kantor sedangkan Ibu membuka toko roti di rumah. Jadi beliau bisa memantau kami setiap hari. Kalau pelanggan toko Ibu sedang banyak, biasanya aku, Arnold, dan Rudolf ikut membantunya dan Ibu akan memberi kami uang lima dollar sebagai upah.
                Oya, tentangku.
                Aku tidak begitu spesial, yah, tidak seistimewa Rudolf dan Arnold maksudku. Kalau Rudolf menguasai hampir seluruh cabang olahraga dan Arnold menguasai hampir seluruh mata pelajaran di sekolah, aku bisa dibilang cukup menguasai dunia seni dan sastra. Aku suka memotret, bermain gitar, bernyanyi, melukis, menulis puisi, dan membaca. Aku tahu aku ini pemula dalam soal fotografi, tapi setidaknya aku masih tahu cara memotret yang benar dan hasil potretku tidak pernah asal.
                Kedua kegiatan itu, bermain gitar dan bernyanyi, biasanya kugabungkan menjadi satu. Jujur saja aku tidak biasa bernyanyi tanpa gitar. Seakan-akan ada yang kurang atau... salah. Tapi aku juga tidak begitu menguasai gitar dengan baik. Bernyanyi? Aku hanya asal bernyanyi karena aku tidak tahu teknik vokal yang benar.
                Melukis. Hmm... aku suka melukis sesuatu yang memberiku inspirasi. Atau kadang aku hanya asal coret dan tiba-tiba terpikirlah sesuatu untuk digambar. Aku tidak begitu berbakat. Gambar Rudolf masih lebih bagus daripada gambarku, tapi aku memang tidak berniat menekuni dunia ini. Bagiku, bisa menggambar saja sudah cukup bagus.
                Menulis puisi dan membaca. Mm... dua hal ini tidak bisa dibilang berhubungan, tapi biasanya aku membuat puisi setelah membaca sesuatu dan aku terinspirasi. Atau aku membuat puisi ketika sedang memandangi sesuatu yang bisa dibilang jarang diperhatikan atau dipedulikan orang. Kalau membaca, aku suka membaca apa pun. Komik, novel, dan ensiklopedia. Tapi berbeda urusannya ketika aku harus membaca buku pelajaran. Walau bisa dibilang mirip dengan ensiklopedia, aku tetap tidak suka membaca buku pelajaran. Ah, kecuali kalau buku pelajaran itu diubah ke dalam bentuk komik.
                Menurutku keluargaku ini unik. Ada seorang Ayah yang sibuk bekerja tapi tidak lupa untuk menghabiskan waktu bersama keluarganya. Oh, satu lagi, Ayah jago sekali bermain piano. Beliau bisa menghabiskan waktu berjam-jam jika sudah bersama dengan piano kesayangannya yang ditaruh di ruang keluarga. Dan jika Ayah sudah memainkan pianonya, kami sekeluarga biasanya ikut berkumpul. Aku mengikuti permainan piano Ayah dengan gitarku sementara Ibu, Rudolf, dan Arnold duduk di sofa sambil mendengarkan permainan kami. Jika Ayah sudah terlalu lama bermain, biasanya aku tertidur di atas karpet sambil memeluk gitar, Ibu tidur menyamping di sofa, Arnold tidur di karpet dalam posisi telentang sedangkan Rudolf tidur dalam posisi duduk di sofa. Ayah sendiri masih sibuk bermain piano tanpa menyadari bahwa istri dan anak-anaknya sudah tertidur pulas dalam berbagai pose. Hahaha.

*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar