Travel writer.
Entah sudah
berapa lama kata-kata itu berkelebat di benaknya. Ia tidak mengerti apa
maksudnya, tapi entah kenapa kata-kata itu terasa sangat akrab dengannya.
Dengan mendengar kata itu seolah ia mengingat masa lalu. Tapi ia sendiri tidak
ingat ada apa dengan masa lalunya. Ia hanya tahu kata-kata itu ada di masa
lalunya, tapi ia tidak tahu cerita jelasnya. Tapi sesaat kemudian sesuatu
terbersit di benaknya.
Dua kata
sederhana itu mengingatkannya pada seseorang. Seseorang yang sudah lama hilang
dari dunia ini. Seseorang yang merupakan sahabat pertamanya. Seseorang yang
sangat menyayanginya. Seseorang yang sangat terobsesi dengan travel writer. Seseorang dengan nama Kevin.
Venla
menghembuskan nafas dan menaruh kembali gantungan kunci yang sedari tadi ia
genggam. Entah sudah berapa lama dan berapa kali ia menggenggam gantungan kunci
itu sembari mengenang Kevin. Ia tahu seharusnya ia tidak boleh melakukannya
lagi, tapi ia ingin. Hanya dengan mengenang Kevin ia bisa tenang. Walaupun
sebenarnya ia tahu Kevin sudah tidak ada di dunia ini lagi.
“Venla,”
panggil Olivia, teman satu flat-nya.
“Kau melakukannya lagi?” lanjutnya dengan nada yang terdengar pahit.
Venla menoleh
dan mengangguk lemah.
Olivia
mendesah. “Kau tahu harusnya kau berhenti melakukannya,” tegas Olivia sambil
mengambil kotak berisi gantungan kunci yang tadi digenggam Venla. “Kau tidak
boleh terlarut seperti ini. Sudah satu tahun berlalu sejak kepergian Kevin tapi
kau masih melakukannya.”
“Maaf,” Venla
menunduk. “Aku tidak bisa menahan diri.”
“Ya sudah,” Olivia
menghembuskan nafas. “Aku akan menyita ini untuk sementara waktu sampai kau
tidak lagi memikirkannya. Maafkan aku, tapi ini satu-satunya cara.”
Venla hanya
tersenyum lemah. Olivia membalikkan badannya dan berjalan keluar dari kamar Venla.
Venla mendesah keras lalu membaringkan tubuhnya di kasur. Ia meraih guling dan
memeluknya. Disitanya gantungan kunci itu oleh Olivia malah memperburuk
keadaan. Sekarang ia merasa semakin terlarut dan tidak bersemangat. Bahkan ia
yakin ia dapat menangis kapan saja.
Dengan tidak
adanya gantungan kunci itu ia tidak dapat mengingat Kevin. Ia memejamkan mata dan
berguling-guling di kasur. Dengan tidak adanya gantungan kunci itu justru
membuatnya uring-uringan. Ia tidak pernah ingin terlarut dalam kenangan Kevin.
Tidak pernah. Tapi entah kenapa ketika ia sadar di tangannya sudah ada
gantungan kunci pemberian Kevin dan dia sedang duduk termenung. Kesadarannya
baru pulih benar saat dia mendengar suara Olivia.
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar